Minggu, 10 Mei 2009

TANTANGAN DUNIA KERJA KAUM NASRANI

I. BEBERAPA PERTANYAAN MENDASAR


I.1 Ada Apa Dengan Tantangan ?

Pada bagian ini, ‘tantangan’ merupakan pertanyaan mendasar. Mengapa kata tantangan diangkat? Kenapa tidak mempergunakan kata ‘masalah’ (Masalah Dunia Kerja)? Atau mempergunakan kata-kata lainnya seperti ‘kendala’, ‘hambatan’ atau kata-kata yang berkonotasi negatif lainnya. Padahal, kata-kata ini (tantangan, masalah, kendala, hambatan dan lain sebagainya) sama-sama memiliki konotasi yaitu hal yang mengganggu jalannya suatu proses.

Tantangan dalam konotasi yang positif memiliki banyak pemahaman. Tantangan dalam pembahasan ini apakah sama dengan tantangan pada kuis atau relity show seperti fear factor? Atau apakah sama dengan tantangan pada olahraga yang meningkatkan adrenalin seperti panjat tebing, arung jeram atau sebagainya. Padahal, bermacam-macam tantangan disini juga memiliki benang merah yaitu sesuatu yang bersifat kompetitif, yang jika berhasil dilewati akan mendapat sesuatu berupa rasa puas, hadiah, imbalan dan lain sebagainya.

Dalam pembahasan ini tantangan memiliki dimensi yang berbeda. Meskipun dalam perspektif lain juga bersifat kompetitif tetapi dalam konteks tertentu ada perbedaan. Reality show atau olah raga menegangkan lainnya dapat kita hindari apabila tidak berkenan. Tetapi, kita tidak dapat menghindar atau melarikan diri dari tantangan yang kita hadapi dalam dunia kerja seperti dalam pembahasan ini.


I.2 Ada Apa Dengan Dunia Kerja ?

Dunia kerja sering diidentikkan sebagai dunia nyata. Seorang anak mengalami masa pendidikan yang berjenjang, menjadi remaja dan berkuliah sebagai seorang pemuda kemudian akhirnya menamatkan pendidikannya. Saat itulah seseorang dianggap telah memasuki dunia nyata. Kemudian apakah masa kecil dan masa remaja tidak dianggap sebagai kehidupan nyata? Apabila benar, berarti sama saja bahwa para anak dan remaja selama ini hanya tidur sambil berjalan.

Sepertinya banyak hal yang harus diluruskan terutama karena kita harus berfikir dalam konteks Kristiani karena karya Tuhan selalu nyata dalam setiap bagian dunia kita. Sebenarnya yang membedakan dunia anak, remaja, pemuda dan dewasa adalah tingkat tanggung jawab. Seorang anak SD tentu memiliki tanggung jawab yang berbeda jika dibandingkan anak SMP. Demikian juga seorang mahasiswa juga tentu memiliki tanggung jawab yang berbeda dibandingkan seorang sarjana, dimana seorang sarjana juga memiliki peranan yang besar sebagai seorang dewasa dalam rumah tangga dan seorang yang berilmu dalam masyarakat. Meskipun, dalam beberapa kondisi ada seorang remaja yang harus memikul tanggung jawab mencari nafkah seperti orang dewasa. Pemahaman ini membuat setiap jenjang kehidupan kita menjadi bermakna, dimana kita tidak hanya menjalankan masa kecil, remaja, pemuda dan dewasa sebagai suatu siklus kehidupan tanpa arti.

Seperti sudah sedikit disinggung di atas, kapan sebenarnya kita harus merencanakan untuk bekerja? Apakah saat ini, setelah lulus kuliah atau mungkin kita sudah terlambat untuk merencanakannya. Hal ini hanya bisa dimengerti apabila kita memahami bahwa Tuhan memiliki rencana yang berbeda bagi setiap anak-Nya.

Pertanyaan yang paling besar mungkin adalah untuk apa kita bekerja. Kaum apatis hanya berpandangan bahwa bekerja hanya bagian dari siklus kehidupan (lahir, masa kecil, dewasa, bekerja, menikah, meninggal). Ada banyak pandangan di masyarakat bahwa alasan bekerja dan memilih jenis pekerjaan adalah prestise. Seseorang dianggap berhasil apabila bekerja sebagai tukang insinyur atau dokter spesialis. Sementara itu pandangan yang lain berpendapat bahwa yang terpenting adalah bekerja secara halal. Ada pandangan mengenai hasil dan proses yang bertabrakan. Pandangan yang ketiga tadi sering muncul dari masyarakat yang cenderung putus asa dalam menghadapi persaingan jaman sementara itu, kita harus berhati-hati dengan pandangan kedua tadi. Kristus tidak pernah mengajarkan konsep kesuksesan. Yang ada adalah tujuan hidup berupa keselamatan yang dipenuhi damai sejahtera dalam lindungan dan kasih Tuhan.

Damai sejahtera kita peroleh dari sebuah proses bergumul dalam kehidupan yang selalu disertai dan diberkati Tuhan. Hal ini hanya terjadi apabila kita menjalani tanggung jawab sebagai anak-Nya dalam setiap lapisan perjalanan hidup kita. Tanggung jawab inilah yang menjadi kata kunci dalam pembahasan kita.


II. TANGGUNG JAWAB SEORANG PEKERJA KRISTEN

II.1 Bekerja Sebagai Seorang Hamba Yang Setia

Kejadian 39 :1 – 10 (Yusuf di rumah Potifar)

Kisah mengenai kiprah Yusuf di tanah Mesir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masa lalunya di tanah Kanaan. Dalam masa remajanya Yusuf hidup sebagai seorang penggembala ternak yang setia pada ayahnya, Israel. Kemudian karena kecemburuan saudara-saudaranya, dia dijebak dan dijual sebagai budak belian di tanah Mesir. Kekejaman yang seharusnya tidak layak ia terima ternyata Yusuf jalani dengan kepasrahan pada penyertaan Tuhan sehingga perjalanan hidup yang pahit oleh kejahatan saudara-saudaranya berubah menjadi berkat bagi orang asing di sekitarnya. Tuhan bekerja dalam rancangannya yang penuh misteri.

Ada beberapa nilai yang dapat diambil dari kisah ini. Yang pertama adalah PENYERAHAN DIRI pada rencana Tuhan. Tuhan memiliki rancangan yang “mustahil” dalam logika manusia dan “kemustahilan” itu pasti membawa damai sejahtera apabila kita tetap berjalan dalam rancangan-Nya. Bahkan disebutkan bahwa Tuhan sudah merencanakan jalan hidup kita jauh sebelum kita dilahirkan. Dalam hal ini Tuhan juga memberi kita hak kebebasan untuk memilih jalan: apakah mengikuti jalan-Nya, atau memilih untuk putus asa, merasa gagal dan mengambil jalan dunia. Kisah Yusuf mengajarkan betapa dia begitu mempercayakan kehidupannya pada Tuhan dengan tidak menyalahkan masa lalunya (bahkan memaafkannya) dan ketakutannya akan lingkungan yang sangat asing di tanah Mesir.

Nilai yang kedua adalah KETAATAN. Yusuf memberi contoh bagaimana dia begitu taat pada tuannya yang adalah orang asing dan ketaatan itu membuahkan berkat bagi tuan dan keluarganya. Tuannya bisa melihat kehadiran Tuhan dalam diri dan tindakan Yusuf. Tuannya yang dahulu adalah seorang yang tidak mengenal Tuhan, kemudian melihat karya Tuhan melalui Yusuf. Ada makna penginjilan dalam kisah ini.

Efesus 6:5 mengajarkan konsep ketaatan seorang hamba. Seorang hamba harus taat pada tuannya di dunia dengan takut dan gentar dan dengan tulus hati seperti taat pada Kristus. Konsistensi seorang hamba dapat diukur dari kepatuhan dan rasa hormatnya pada tuan atau atasannya, hal inilah yang membuat pekerjaan bisa berjalan dengan lancar karena dikerjakan dengan penuh tanggung jawab. Rasa takut dan gentar juga menghindari seorang hamba dari sifat sok tahu, sehingga dalam melaksanakan tugasnya dia senantiasa meminta dan mematuhi petunjuk atasannya. Jangan tinggalkan sifat tulus hati. Bekerja tanpa ketulusan dapat menimbun permasalahan seperti rusaknya motivasi dan orientasi pekerjaan pada hasil seperti penghasilan, uang honor atau lainnya dengan tidak mengindahkan kualitas dan loyalitas. Seorang pekerja dapat dengan mudah “dibeli” dengan materi dan bekerja demi materi. Taat pada tuan seperti taat pada Kristus berarti meletakkan loyalitas tertinggi pada Kristus. Ajaran Kristus menjadi panduan kita dalam memilah segala keputusan di dunia. Taat pada tuan tanpa taat pada Kristus mengakibatkan kita menjadi seperti mesin pencari keuntungan bisnis yang bekerja sepenuhnya bagi kepentingan kantor atau perusahaan. Dengan meletakkan dasar ketaatan pada Kristus, kita menjadi seorang yang berhikmat dan terhindar dari hal-hal yang menodai keselamatan kita.

Nilai ketiga adalah TANGGUNG JAWAB. Dalam Kejadian 39:6 disebutkan bahwa betapa tuannya menikmati kepuasan atas pekerjaan Yusuf dan menaruh kepercayaan yang besar padanya karena dia percaya pada Yusuf. Jadilah seseorang yang bisa dipercaya karena orang melihat penyertaan Tuhan dalam pemikiran, sikap dan pekerjaan kita.

II.2 Bekerja Sebagai Seorang Ahli

Penyertaan Tuhan dalam pekerjaan Yusuf membuat segala karyanya berhasil. Kesetiaan Yusuf pada Tuhan membuat semua tuannya sayang padanya. Tuhan memberi Yusuf kemampuan sesuai kebutuhannya. Sesungguhnya Tuhan telah memberi kita talenta dan menghendaki kita mengembangkan talenta itu (Roma 12:6-8). Apakah kita sudah mengasah talenta kita? Atau mungkin kita memiliki persepsi yang salah mengenai talenta. Apakah selama ini kita mempergunakan talenta hanya sebagai hobi atau mungkin kita saat ini hidup dalam jiwa yang kerdil, menganggap kita tidak memiliki apa-apa? Ketuklah maka pintu akan dibukakan bagimu. Ketuklah dengan doa disertai motivasi untuk melayani, Tuhan akan berbelas kasihan memberi apa yang kamu butuhkan dan jalanilah dengan ketekunan sebab hari-hari adalah jahat (Efesus 5:16).

II.3 Bekerja Sebagai Pembawa Berkat

Kehadiran Yusuf membawa berkat tidak hanya karena dia seorang yang taat atau patuh, tetapi dia juga tahu kapan harus menolak. Nafsu keduniawian yang merupakan wujud godaan tertinggi dunia ditolak karena Yusuf takut pada tuannya seperti takut pada Tuhan. Janji penyertaan Tuhan menjadi dasar pengambilan keputusan. Hal ini tercermin tidak hanya dalam keberhasilan dalam pekerjaannya tetapi juga dalam sikap kerendah hatiannya.

II.4 Pekerja Kristen Tidak Butuh Kesuksesan

Dari kisah hidup Yusuf kita memperolah gambaran mengenai keberhasilan. Dalam Alkitab, tercatat beberapa kali pekerjaan Yusuf membuahkan keberhasilan. Yang terpenting adalah faktor yang menyebabkan keberhasilan itu, yaitu Tuhan. Potifar sendiri melihat bahwa Tuhan menyertai Yusuf dan nyatalah bahwa Tuhan yang memberi keberhasilan itu. Yusuf sendiri juga menyadari penyertaan Tuhan itu sebagaimana dia menamakan kedua anaknya yaitu Manasye yang berarti Allah telah membuat aku lupa sama sekali kepada kesukaranku dan kepada rumah bapaku, kemudian Efraim yang berarti Allah membuat aku mendapat anak dalam negeri kesengsaraanku.

Apakah konsep ini sama dengan kesuksesan yang saat ini sering kita pergunakan? Apakah yang membuat seseorang cukup bangga apabila bekerja sebagai tukang insinyur atau dokter? Apakah pernah hati kita kecut saat mengetahui saudara kita memiliki tanah yang luas sementara saat ini harga susu sangat mahal? Pertanyaan ini lahir dari paradigma yang sudah terserap secara dalam di hati kita. Banyak orang mampu mengubah pertanyaan-pertanyaan di atas menjadi cambuk untuk berusaha dan bekerja sangat keras agar dapat hidup di atas rata-rata sementara tidak sedikit yang jiwanya menjadi kerdil karena menganggap dirinya tidak memiliki kesempatan sebaik orang lain. Kehidupan gereja juga sudah dipengaruhi oleh paradigma ini sehingga kesuksesan kegiatan pelayanan diukur dari seberapa banyak orang yang “terlayani”. Hal ini mungkin yang mendorong panitia kegiatan mengundang dan mengiklankan artis (selebritis) sebagai pelayan pujian atau mencantumkan nama tokoh agama yang memiliki ribuan jemaat dan mengiklankan sebagaimana layaknya selebritis. Kita tidak butuh kesuksesan karena kita sudah memiliki keselamatan yang cukup membuat kita melewati pintu Surga yang sebesar lubang jarum.

Pada akhirnya, kenapa kita tidak mengundang Kristus dalam setiap rencana dan pekerjaan kita? Mulailah dengan berdoa, mengucap syukur atas sejengkal waktu yang Tuhan berikan. Memohon hikmat, kesempatan, kekuatan dan kecerdasan yang cukup untuk melaksanakan tanggung jawab kita. Memohon agar Tuhan menumbuhkan dalam hati kita motivasi yang baik untuk bekerja dan berkarya bagi kemuliaan-Nya dan kemanusiaan. Selanjutnya adalah menjalani apa yang terbaik dengan tanggung jawab, ketekunan dan ketaatan. Setiap orang memiliki perjalanan hidup yang berbeda-beda dan semuanya baik sebab segala hal adalah indah dalam penyertaan Tuhan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar